Sabtu, 11 Januari 2014

Cinta sang bidadari buat Alfi - 4

Tuuttt.. tutt… ti…Handphone Sandra berbunyi. Ia melihat avatar Alfi tampil dilayar. Duh! Kangennya ia pada anak itu. Saat ini Alfi pasti sedang asyik bersama Niken. Sandra menduga demikian karena itu sudah menjadi kebiasaan Alfi selama ini. Sebenarnya satu minggu ini adalah jatah Alfi buat Sandra sendiri. Namun karena saat ini ia pergi ke kota G jadi Alfi bebas kemanapun ia ingin pergi.

“Apa kabar kamu hari ini, sayang?” Tanya Sandra mengawali percakapan.

“Baik kak, Kakak sendiri bagaimana?”

“Juga baik sayang. Eng..lagi ngapain kamu Fi?”

“Alfi baru pulang dari sekolah. masih di rumah menunggu kak Nadine pulang kerja”

“Lho tadinya kakak pikir kamu pergi ke rumah kak Niken-mu, Fi”

“Ngga kak,. Alfi pingin dulu ngabisin waktu beberapa minggu ini sama kak Nadine. Lagian Alfi kangen banget sama kak Nadine”

“Kok, tumben?”

Ini aneh? Pikir Sandra. Tak biasanya Alfi mengambil keputusan seperti itu. Ia selalu lebih memilih untuk meniduri Niken bila sudah dihadapkan pilihan antara Niken atau para wanitanya yang lain.

“Iya kak. Soalnya Alfi merasa bersalah sama kak Nadine dan kak Dian. Alfi berlaku tidak adil pada mereka selama ini. Terutama kak Nadine. Sudah banyak pengorbanan yang ia lakukan sejak dia Alfi nodai. Ia harus rela menjadi istri kedua kak Didiet karena hamil oleh Alfi.”

“Aduhh sayangg. Ada apa kamu mendadak berpikiran seperti itu?”

“Setelah peristiwa Paijo dulu Alfi jadi sadar betapa Alfi mencintai kakak. Dan Alfi tak ingin hal serupa terjadi pada kak Nadine dan kak Dian sebab Alfi juga sangat sayang sama mereka.”

“Lho kan si Paijo sudah tak ada lagi jadi kenapa kamu begitu kuatir?”

“Alfi tahu itu. Tapi di hati kecil Alfi tetap merasa jika sesuatu telah terjadi”

“Kakak tak mengerti maksudmu, Fi”

“Alfi takut ada orang lain ….” Ujar Alfi ragu meneruskan kata-katanya

“Kamu mengira kak Nadine-mu telah berselingkuh, Fi?” Tanya Sandra kuatir jika Alfi mengendus perselingkuhan Nadine dan Paijo. Siapa tahu Paijo tanpa sengaja meninggalkan bekas cupangan di tubuh Nadine.

“Alfi tidak menuduh kak. Alfi hanya kuatir saja kok kak. Tetapi seandainya itu memang terjadi, Alfi tak akan menyalahkan kak Nadine karena itu memang kesalahan Alfi sendiri.”

“Syukurlah kalau kamu sadar kalau permasalahan yang timbul akhir-akhir ini akibat perbuatanmu sendiri dan hal itu telah menyusahkan kami semua” Ujar Sandra lega. Setidaknya peristiwa dulu bisa membuat Alfi mengintropeksi dirinya. Meski demikian Sandra beranggapan Alfi tetap tidak perlu tahu mengetahui hubungan Nadine dan Paijo selama di kota G sebab ia masih ragu jika Alfi memang sudah bisa menerima hal itu.

“Iya kak. Karena itu Alfi di menanti mereka sini buat menebus kesalahan Alfi pada mereka berdua”

“Ya sudah. Eh Fii, kamu kangen ngga sama kakak? Kakak pinginn bangett kamu gituinn” rengek Sandra. Mereka memang masih harus menahan diri setidaknya selama satu bulan lagi buat bercinta secara penuh menunggu hingga usia kandungan Sandra benar-benar sudah cukup kuat.

“Alfi juga kangen banget sama kakak. Kasihan kakak. Tapi Alfi juga binggung dan sedih karena ngga bisa nolong kakak.”

“Eh.. KAK!” tiba-tiba Alfi berteriak kegirangan.

“Iya ada apa Fi?’

“Kenapa kita ngga minta sama kak Didiet aja yang ngegituin kakak. punya kak Didiet kan pendek jadi ngga bakalan ngebentur rahim kakak”

“Iya juga sih! Tapi kakak ngga mau!.”

“Lho kenapa kak?”

“Habisnya ngga enak! Enaknya sama titit kamu”

“Paling tidak saat ini kakak ngga terlalu menderita seperti sekarang”

“Pokoknya kakak ngga mau. masalahnya kak Didiet-mu selalu saja ‘dapet’ duluan jadinya sama saja dengan ngga di apa-apain”

“Duh bagaimana ya? Seandainya saja si Paijo ada di sini…” keluh Alfi dalam kebinggungannya.

“Paijoo? Sayangg, Kamu bicara apaaa?!!”

“Iya kak, kalau saja saat ini ada si Paijo. Pasti kesulitan kita bakal teratasi”

“Kenapa kamu bicara seperti itu? Kakak ngga mau lagi berhubungan dengan dia. Kakak kapok! Kakak ngga mau lagi kehilangan kamu.”

“Paling tidak ia bisa memenuhi kebutuhan kakak. Dan aman buat kakak bercinta sama dia karena tititnya ngga bisa membentur rahim kakak Apalagi dia itu punya titit yang enak banget kan kak?..”

“Aaa Alfi! Kamu tega banget ngegoda kakak. Kakak kan jadi tambah basah!”

“Bukannya kamu bilang kamu tidak suka sama paijo. Emang kamu ngga cemburu Fi. Kalau aku di gituin lagi sama Paijo?hi hi”

“Cemburu sih iya. Tapi Alfi ngga kuatir seperti tempo hari sebab Alfi tahu cinta kakak hanya buat Alfi seorang. Yang penting sekarang buat Alfi adalah kebutuhan buat kakak dulu. Alfi rela melakukan apapun demi kakak agar kakak bahagia.”

“Bener nihh kamu ngga cemburu?. Kakak bisa saja mencari seseorang di sini yang mirip Paijo. Engg… terus kakak selingkuh sama orang itu”

“Ngga papa Kak. Alfi rela. Jika perlu Alfi bisa minta sama kak Didiet buat membawa Paijo datang kesitu buat nemani kakak selama di sana..”

“Sudah Ah. Kok ngomongnya ngelantur terus. Entar bener-bener kejadian deh!”

“Lho siapa bilang Alfi sedang bercanda. Alfi serius kok kak”

“Iya iya sudah! Kakak tahu kamu rela dan mau berkorban buat kakak. Tapi saat ini kakak hanya pingin kamu yang menuntaskan hasrat kakak saat kakak pulang”



Sore hari itu

Didiet baru saja menelpon dan mengatakan jika ia bakal pulang kemalaman karena harus meninjau pekerjaannya ke lapangan.

“Kamu makan malam saja dulu Say. tak perlu menungguku” pesannya pada Sandra.

Sandra mengetuk kamar Paijo.

“Joo ayo temani aku makan malam” Ia sengaja mengajak Paijo makan bersamanya karena tak ingin Paijo terus menerus sendirian. Seseorang yang sedang mengalami kesedihan berat semacam itu harus kerap di awasi.

Tak lama kemudian Paijo membuka pintu.

“Saya belum lapar buu. Silakan ibu makan terlebih dahulu. Saya nyusul belakangan saja “

Sandra melihat mata Paijo yang masih bengkak. Ia baru menangis lagi. Ia pasti masih terus memikirkan soal Surti.

“Duhh..Lihat tuh! Ternyata bapakmu habis nangis” Goda Sandra seolah-olah sedang berkata pada perutnya sendiri.

“Saya tidak nangis kok bu” sangkal Paijo sambil menunduk malu.

“Bilang langsung ke mereka kalau bapaknya tidak bakal sedih dan nangis lagi” ujar Sandra menunjuk ke perutnya. Tingkah Sandra itu mau tak mau membuat Paijo tersenyum dan menahan ketawa.

“Ayoo.Joo!”

“B..bapak tidak bakal sedih lagi” ucap Paijo sekenanya.

“Kok ngomongnya dari situ? Dia ngga bisa dengar kalau seperti itu Jo. Sini!”desak Sandra. Paijo mendekatkan kepalanya ke perut Sandra.

“Nakk, bapak tidak bakalan sedih dan nangis lagi” ujar Paijo dengan lebih serius mengulangi ucapannya sambil mengusap-usap perut Sandra.

“Argg Joo. Geli!” pekik Sandra. Entah mengapa mendadak gairahnya mendadak ketika Paijo mengusap perutnya Meski itu hanya sebuah gerakan sederhana dan spontan namun berdampak sangat besar bagi Sandra. Menyambar bagaikan percikan api dari sebuah pematik di tengah galonan bensin.

“Iya buu. Maaf..” ujar Paijo menjauhkan kepalanya. Sandra senang melihat senyum Paijo. Setidaknya ia bisa sedikit meringankan beban anak itu.

Ugh! Tiba-tiba wajah Sandra berubah pucat. Rasa mual itu mulai datang lagi. Kali ini dorongan buat muntah begitu besar. Sandra bergegas menuju ke kamar mandi.

“Hoekss!!” seketika itu juga ia tak mampu menahan dorongan untuk muntah.

“Buu?”

Bersambung . . . .




Tidak ada komentar:

Posting Komentar