Sabtu, 11 Januari 2014

Cinta sang bidadari buat alfi - 3

“Hmmm…Baiklah jika itu keinginanmu. Begitu aku pulang lusa langsung akan kusampaikan pada bik Iyah”

“Terima kasih bu. Saya juga sekalian mau pamit ke ibu karena mulai minggu depan saya tidak tinggal di sini lagi”

“Lho kamu mau kemana?”

“Saya diterima kerja sebagai buruh angkut di sebuah pertambangan milik temannya pak Didiet di pulau K.”

“Pulau K? itu jauh sekali, Jo”

“Iya. justru itu saya minta tolong ibu. Siapa tahu saya bakal lama baru bisa bertemu sama bu de lagi”

“Apakah engkau sudah pikirkan matang-matang keputusanmu itu? Bekerja di tempat seperti itu begitu berat bagi anak seusiamu”

Aneh! pikir Sandra. Mengapa jauh di lubuk sanubarinya muncul perasaan tak tega melihat anak ini pergi? Mengapa ia tak ingin Paijo harus terus menerus berkutat dalam penderitaan selama hidupnya? Jelas itu lebih dari sekedar hanya rasa kasihan.

“Tidak apa-apa kok bu. Saya harus kerja supaya bu de bangga sama saya. Dengan begitu saya juga bisa ngasih ke bu de uang yang banyak. he he” Paijo mengucapkan hal itu dengan kebanggaan.

“Jo kamu sebenarnya anak yang berbakti. Baik-baiklah kamu di rantauan dan pandai-pandailah membawa diri, ya”.

“Ya bu, terima kasih atas nasehatnya”

Paijo sudah akan melangkah keluar namun ia berbalik lagi.

“Oya saya lupa beri selamat sama ibu.”

“Selamat buat apa, Jo?”

“Selamat karena ibu bakal dapat momongan”

“Oh i..tu iya. terima kasih” Sandra tergagap.

“Wahh wah kang Alfi memang hebat. Bisa punya momongan begitu banyak ” ujar Paijo berkata sendiri. Paijo masih terus bergumam terkagum-kagum sambil melangkah ke luar.

Sandra memandang punggung Paijo tanpa dapat berkata-kata. Anak itu begitu tulus menyatakan kebahagian buatnya.



Siangnya

Ia ingat bukankah tadi siang Paijo berencana menyikat lantai kamar mandi karena kuatir Sandra sampai jatuh terpleset gara-gara lantai yang licin. Aneh! mengapa anak itu begitu lama?. Jangan-jangan dia malah onani di dalam situ. Dasar! pikir Sandra. Timbul keisengannya. Ia ingin mengagetkan Paijo. Perlahan ia mengendap ke dekat kamar mandi. Lamat-lamat telinganya mendengar suara tangisan dari balik pintu kamar mandi. Karena penasaran akan apa yang terjadi di dalam kamar mandi, Sandra mendorong pintu itu.

“Joo apa yang terjadi?.” Tanya Sandra heran melihat Paijo duduk meringkuk sambil sesegukan di lantai kamar mandi. Kepalanya tertunduk masuk di dalam lipatan tangannya yang ditopang kedua lutut. Celananya basah semua. Paijo tak menjawab. Ia terus larut dalam tangisnya. Sandra bingung harus berbuat apa sampai akhirnya ia melihat sebuah hp di pangkuan Paijo.

“Boleh kulihat?” tanyanya. Meski Paijo tak menjawab. Sandra tetap meraih benda itu. Ternyata ada sebuah sms. Dari Surti rupanya.

Tertulis di situ ;

“Kang mas Paijo, sebelumnya Surti minta maaf. Surti hanya mau mengabarkan jika Surti dan kang Ipung sudah menikah pagi tadi. Surti mohon jangan hubungi Surti lagi setelah ini. Terima kasih atas pengorbanan kang mas selama ini. Salam Surti.”

Jelas ini biang keladinya!. Dasar perempuan tak tahu balas budi! umpat Sandra dalam hati. Seharusnya dia tak perlu lagi menghubungi Paijo setelah mencampakannya seperti sampah. Yang jelas kabar itu hanya akan melukai perasaan Paijo saja.

“Joo..sabar ya. Tabahkan hatimu” bujuk Sandra

“Surtiii..huu huuu.” Dengan perasaan pilu Paijo menyebut nama wanita yang ia sayangi itu di sela tangisannya. Sandra sungguh merasa iba. Anak semuda itu tak seharusnya mengalami penderitaan batin begitu bertubi-tubi. Jiwanya masih sangat rapuh dan labil.

“Tak usah engkau tangisi perempuan seperti itu Jo. Dia dan keluarganya hanya memanfaatkan dirimu saja selama ini!”

“Tapi..saya hks cinta sekali sama Surtii, bu.. hks.. hks” jawab Paijo tersengal-sengal karena pernapasannya terbuka dan tertutup sendiri akibat dari reaksi metabolisme dari tangisnya yang berlangsung terlalu lama.

“Tapi dia tak menyintaimu,Jo. Dan yang ada di kandungan Surti bukanlah anakmu. Itu adalah anaknya Ipung”

“Berarti saya.. hks.. sudah tidak punya harapan lagiii. Kalau begitu biar saya mati saja buu! huu huuu”

“Aduhhh Joo! Engkau tidak boleh putus asa seperti itu!.”

Sandra jadi kuatir anak itu akan bertindak nekat karena tak mampu menahan kesedihannya. Tak ada jalan lain buat menghentikan itu pikir Sandra. Ia harus memberitahu Paijo soal kehamilannya.

“Joo, ada sesuatu yang ingin kuberitahukan kepadamu”

“hks hks huuuu…huu” Paijo terus menangis.

“Ketahuilah Jo bahwa janin yang ada dirahimku sebenarnya adalah…. anakmu” lanjut Sandra.

Paijo mengangkat kepalanya.

“A.anak saya? ibu kok ngomong begitu hks…? Kan ibu sendiri yang bilang kalau saya mandul huu huu”

Setelah mengatakan itu Paijo kembali meraung pedih. Ia menjadi semakin sedih dan merasa tak berguna sebab yang ia tahu ia sudah gagal dan janin di rahim Sandra itu adalah buah percintaan antara Sandra dengan Alfi.

“Dengarkan aku dulu, Jo. Aku mengatakan yang sesungguhnya. Memang kamu yang telah membuatku hamil” ujar Sandra sambil meraih wajah anak itu dengan kedua tangannya.

Paijo menghentikan tangisnya sambil menatap Sandra.

“Maafkan aku. Aku-pun baru pagi ini tahu itu dari Lila. Terapi tempo hari ternyata berhasil. Bahkan kamu memberiku bayi kembar “sambung Sandra.

“Kem..baarr? Ibu bukan cuma mau nyenengin saya, kan?” tanya Paijo dengan perasaan bercampur aduk.

“Percayalah. Jo.”

“Tapi bagaimana dengan Surti buu”

“Soal Surti. Kamu harus bisa merelakannya. Mungkin ia memang bukan jodohmu. Suatu saat engkau pasti akan menemukan pengganti Surti. Kamu masih memiliki bik Iyah yang menyayangimu seperti putranya sendiri. Dan kamu masih memiliki ini” ujar Sandra sambil menunjuk ke perutnya.

“Engkau maukan bertemu dengan kedua anakmu kelak?” tanya Sandra.

Paijo mengangguk dengan air matanya masih meleleh di pipi.

“Iya bu saya pingin melihat mereka setelah lahir”

“Nah! kalau begitu kamu harus tetap melanjutkan hidupmu. Bukankah tadinya engkau begitu bersemangat bekerja dan mencari uang buat bu de-mu. Seharusnya engkau bertambah giat setelah tahu engkau bakal menjadi seorang ayah”

“Iya buu. Terima kasih.” jawab Paijo sambil mengusap sisa-sisa air matanya dengan mempergunakan ujung bajunya.

“Sudah tidak sedih lagi kan?”

Ia kembali mengangguk kecil. Sandra tahu tak segampang itu meredakan kesedihan anak ini. Tapi ia sedikit agak lega melihat Paijo mulai tenang. Sepertinya nasehatnya kali ini mengena. Sandra yakin anak itu mau mendengarkan ucapannya.

“Tapi Buu”

“Apa lagi Jo?”

“Jangan bilang ke siapa-siapa”

“Soal apa?”

“Soal siapa sebenarnya ayah kedua anak saya ini. Biarlah kang Alfi dan yang lain tetap mengira ayah bayi di dalam perut ibu adalah kang Alfi. “

“Kenapa kamu mau aku melakukan hal itu Jo?”

“Saya tidak ingin dia jadi sedih seperti yang saya alami sekarang. Lantas akan menjadi masalah baru buat keluarga ibu”

“Tapi ini tak adil buat kamu, Jo”

“Tidak apa-apa bu. Saya rela demi ibu dan kedua anak saya”

“Ohh Jo ..kamu ternyata adalah seorang calon bapak yang baik. Terima kasih karena sudah mau memikirkan aku.” Sandra haru sekaligus iba. Haruskah Paijo menderita lagi setelah apa yang ia alami selama ini. Namun di sisi lain pendapat Paijo barusan benar adanya dan ia sendiri juga tak ingin Alfi kembali ngambek dan menimbulkan konflik baru yang berkepanjangan

“Segera ganti pakaianmu. Nanti engkau keburu masuk angin”.

“Baik bu”

Bersambung . . . .




Tidak ada komentar:

Posting Komentar