Minggu, 02 Maret 2014

Tukar pasangan - 1

Nama saya Dikky, saya berumur 28 tahun, baru 3 (tiga) bulan bekerja di suatu perusahaan asing di Jakarta, atasan saya Mr. Richard Handerson, berasal dari Amerika, kira-kira berumur 40 tahun. Dalam waktu singkat Rich demikian teman-teman di kantor suka memanggilnya, telah sangat akrab dengan saya, karena kebetulan kami mempunyai hobi yang sama yaitu bermain golf.

Perusahaan tempat kami bekerja adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang advertising. Menurut cerita-cerita teman-teman istri Richard, yang berasal dari Amerika juga, sangat cantik dan badannya sangat seksi, seperti bintang film Hollywood.

Aku sendiri belum pernah bertemu secara langsung dengan istri Richard, hanya melihat fotonya yang terletak di meja kerja Richard. Suatu hari saya memasang foto saya berdua denga Nina istri saya, yang berasal dari Bandung dan berumur 26 tahun, di meja kerja saya.

Pada waktu Richard melihat foto itu, secara spontan dia memuji kecantikan Nina dan sejak saat itu pula saya mengamati kalau Richard sering melirik ke foto itu, apabila kebetulan dia datang ke ruang kerja saya.

Suatu hari Richard mengundang saya untuk makan malam di rumahnya, katanya untuk membahas suatu proyek, sekaligus untuk lebih mengenal istri masing-masing.

“Dik, nanti malam datang ke rumah ya, ajak istrimu Nina juga, sekalian makan malam”.
“Lho, ada acara apa boss?”, kataku sok akrab.
“Ada proyek yg harus diomongin, sekalian biar istri saling kenal gitu”.
“Okelah!”, kataku.

Sesampainya di rumah, undangan itu aku sampaikan ke Nina. Pada mulanya Nina agak segan juga untuk pergi, karena menurutnya nanti agak susah untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan mereka. Akan tetapi setelah kuyakinkan bahwa Richard dan Istrinya sangat lancar berbahasa Indonesia, akhirnya Nina mau juga pergi.

“Ada apa sih Mas, kok mereka ngadain dinner segala?”.
“Tau, katanya sih, ada proyek apa.., yang mau didiskusikan”.

“Ooo.., gitu ya”, sambil tersenyum. Melihat dia tersenyum aku segera mencubit pipinya dengan gemas. Kalau melihat Nina, selalu gairahku timbul, soalnya dia itu seksi sekali. Rambutnya terurai panjang, dia selalu senam so.., punya tubuh ideal, dan ukurannya itu 34B yang padat kencang.

Pukul 19.30 kami sudah berada di apartemen Richard yang terletak di daerah Jl. Gatot Subroto. Aku mengenakan kemeja batik, sementara Nina memakai stelan rok dan kemeja sutera. Rambutnya dibiarkan tergerai tanpa hiasan apapun.

Sesampai di Apertemen no.1009, aku segera menekan bel yang berada di depan pintu. Begitu pintu terbuka, terlihat seorang wanita bule berumur kira-kiar 32 tahun, yang sangat cantik, dengan tinggi sedang dan berbadan langsing, yang dengan suara medok menegur kami.

“Oh Dikky dan Nina yah?, silakan.., masuk.., silakan duduk ya!, saya Lillian istrinya Richard”.

Ternyata Lillian badannya sangat bagus, tinggi langsing, rambut panjang, dan lebih manis dibandingkan dengan fotonya di ruang kerja Richard. Dengan agak tergagap, aku menyapanya.

“Hallo Mam.., kenalin, ini Nina istriku”.

Setelah Nina berkenalan dengan Lillian, ia diajak untuk masuk ke dapur untuk menyiapkan makan malam, sementara Richard mengajakku ke teras balkon apartemennya.

“Gini lho Dik.., bulan depan akan ada proyek untuk mengerjakan iklan.., ini.., ini.., dsb. Berani nggak kamu ngerjakan iklan itu”.
“Kenapa nggak, rasanya perlengkapan kita cukup lengkap, tim kerja di kantor semua tenaga terlatih, ngeliat waktunya juga cukup. Berani!”.

Aku excited sekali, baru kali itu diserahi tugas untuk mengkordinir pembuatan iklan skala besar.

Senyum Richard segera mengembang, kemudian ia berdiri merapat ke sebelahku.
“Eh Dik.., gimana Lillian menurut penilaian kamu?”, sambil bisik-bisik.
“Ya.., amat cantik, seperti bintang film”, kataku dengan polos.
“Seksi nggak?”.
“Lha.., ya.., jelas dong”.

“Umpama.., ini umpama saja loo.., kalo nanti aku pinjem istrimu dan aku pinjemin Lillian untuk kamu gimana?”.
Mendenger permintaan seperti itu terus terang aku sangat kaget dan bingung, perasanku sangat shock dan tergoncang. Rasanya kok aneh sekali gitu.

Sambil masih tersenyum-senyum, Richard melanjutkan, “Nggak ada paksaan kok, aku jamin Nina dan Lillian pasti suka, soalnya nanti.., udah deh pokoknya kalau kau setuju.., selanjutnya serahkan pada saya.., aman kok!”.

Membayangkan tampang dan badan Lillian aku menjadi terangsang juga. Pikirku kapan lagi aku bisa menunggangi kuda putih? Paling-paling selama ini hanya bisa membayangkan saja pada saat menonton blue film.

Tapi dilain pihak kalau membayangkan Nina dikerjain si bule ini, yang pasti punya senjata yang besar, rasanya kok tidak tega juga.

Tapi sebelum saya bisa menentukan sikap, Richard telah melanjutkan dengan pertanyaan lagi, “Ngomong-ngomong Nina sukanya kalo making love style-nya gimana sih?”.

Tanpa aku sempat berpikir lagi, mulutku sudah ngomong duluan, “Dia tidak suka style yang aneh-aneh, maklum saja gadis pingitan dan pemalu, tapi kalau vaginanya dijilatin, maka dia akan sangat terangsang!”.

“Wow.., aku justru pengin sekali mencium dan menjilati bagian vagina, ada bau khas wanita terpancar dari situ.., itu membuat saya sangat terangsang!”, kata Richard.

“Kalau Lillian sangat suka main di atas, doggy style dan yang jelas suka blow-job” lanjutnya.
Mendengar itu aku menjadi bernafsu juga, belum-belum sudah terasa ngilu di bagian bawahku membayangkan senjataku diisap mulut mungil Lillian itu.

Kemudian lanjut Richard meyakinkanku, “Oke deh.., enjoy aja nanti, biar aku yang atur. Ngomong-ngomong my wife udah tau rencana ini kok, dia itu orangnya selalu terbuka dalam soal seks.., jadi setuju aja”.

“Nanti minuman Nina aku kasih bubuk penghangat sedikit, biar dia agak lebih berani.., Oke.., yaa!”, saya agak terkejut juga, apakah Richard akan memberikan obat perangsang dan memperkosa Rina? Wah kalau begitu tidak rela aku. Aku setuju asal Rina mendapat kepuasan juga.

Bersambung . .  . . . . . .




Tidak ada komentar:

Posting Komentar