Kamis, 13 Maret 2014

Istriku dan Benny di Puncak - 2

“Bang Benny?!” seru istriku di bed sebelah.

“Mas Janus?!” seru Yayuk yang sedang kusetubuhi dengan gencarnya.

Lalu terdengar Benny tertawa, “Hahahaaa….kita lanjutkan saja…sudah telanjur kan?”

“Jadi semuanya ini sudah direncanakan?” tanya Yayuk yang tampak berusaha mengendalikan kekagetannya.

“Iya…ini adil kan?” bisikku sambil meremas buah dadanya yang benar-benar montok itu.

“Aaahhh…” cuma itu yang terlontar dari mulut Yayuk, kemudian dia mendekap lagi pinggangku dan mulai menggoyang pinggulnya dengan gerakan yang trampil, seperti membentuk angka 8.

Kulirik Lina seperti bingung. Ia menoleh padaku, seakan bertanya kenapa jadi seperti ini? Lalu kutanggapi dengan senyum…dan celotehku, “Enjoy saja….”

Mungkin Lina geram melihatku sedang bersetubuh dengan Yayuk, lalu ia “balas dendam” dengan mencengkram bahu Benny dan mulai menggoyang pinggulnya. Gila…cemburu juga aku dibuatnya. Seingatku, tak pernah Lina menggoyang pinggulnya seedan itu waktu kusetubuhi. Tapi kecemburuanku ini berbuah nafsu dan gairah yang luar biasa. Enjotan penisku di dalam liang surgawi Yayuk terasa nikmat luar biasa! Maka semakin edan pula kuhentak-hentak penisku, seperti meronta-ronta dalam jepitan Yayuk…oh…ini nikmat sekali!

Suasana menjadi semakin erotis dan misterius. Yayuk meladeni enjotan penisku dengan energik, pinggulnya meliuk-liuk laksana penari India. Tapi aku tak tahu apa yang bersemayam di benaknya. Ketika aku melirik ke samping, goyang pinggul Lina pun tak kalah edannya. Seolah ingin bersaing dengan dinamisnya goyang pinggul Yayuk. Ada perasaan geram dan cemburu di hatiku melihat ulah istriku seperti itu. Tapi bukankah aku sendiri sedang menikmati kehangatan tubuh istri sahabatku?

Di tengah persenggamaan yang seru ini aku sempat berbisik terengah di telinga Yayuk, “Gimana? Enak?”

“Enak sekali….aaah….” sahut Yayuk dalam bisikan juga, mungkin takut terdengar oleh suaminya.

“Nanti lepasin di dalam apa di luar?” bisikku lagi.

“Terserah, aku kan belum punya anak…siapa tahu bisa punya darimu,” bisik Yayuk pelan sekali, pasti takkan terdengar oleh suaminya yang semakin asyik menyetubuhi istriku.

Bisikan Yayuk itu membuatku semakin bergairah mengayun batang kemaluanku. Tapi sekaligus membuatku tak bisa bertahan lagi, “Aku sudah mau keluar”, bisikku.

“Tahan dulu,” sahut Yayuk, “aku juga sudah mau keluar Mas…barengin keluarnya ya…biar enak…”

Lalu kami seperti dua ekor binatang buas, saling cengkram, saling remas, saling jambak…dan akhirnya tak tertahankan lagi, bersemburanlah air mani dari batang kemaluanku, disambut dengan kedutan-kedutan liang kemaluan Yayuk di puncak orgasmenya.

Kami menggelepar…menggeliat…berkeju t-kejut…lalu sama-sama terkulai di puncak kepuasan.

Tapi kulihat Benny masih asyik mengenjot batang kemaluannya di dalam liang kemaluan istriku. Bahkan di satu saat, mereka mengubah posisi. Lina di atas, Benny di bawah. Oh…ini benar-benar membuatku cemburu. Karena kulihat istriku yang aktif mengayun pinggulnya, sementara Benny merem melek sambil terlentang…

Kucabut batang kemaluanku dari dalam vagina Yayuk yang sudah basah kuyup oleh spermaku dan lendir Yayuk sendiri. Lalu aku duduk bersila sambil menonton persetubuhan Benny dengan istriku. Aku terlongong menyaksikan betapa aktifnya Lina saat itu. Dengan sedikit berjongkok, ia mengayun pinggulnya sedemikian rupa, sehingga liang kemaluannya seolah membesot-besot batang kemaluan Benny.

Yayuk pun menonton persetubuhan antara suaminya dengan istriku itu. Dan tampaknya Yayuk seperti kepanasan. Diam-diam ia menggenggam batang kemaluanku yang sudah mulai membesar, karena terangsang menyaksikan istriku sedang gila-gilanya bersetubuh dengan sahabatku. Tiba-tiba Yayuk mendekatkan wajahnya ke pahaku yang sedang bersila ini, ah…tangannya memegang batang kemaluanku sambil menjilatinya. Sungguh semuanya ini mendebarkan dadaku…terlebih setelah Yayuk menghisap-hisap penisku, di depan mata suaminya yang sedang menyetubuhi istriku!

Hanya dalam tmpo singkat penisku sudah mengeras kembali. Dengan sigap Yayuk mendorong dadaku agar terlentang, lalu dengan berjongkok ia berusaha memasukkan penisku ke dalam liang surgawinya. Mungkin ia iri melihat suaminya sedang dipuasi oleh istriku dalam posisi terbalik begitu, lalu ia ingin melakukan hal yang sama. Blesss….penisku mulai membenam ke dalam liang Yayuk…

Yayuk mulai memainkan pinggulnya dengan energik sekali, naik turun dan bergoyang meliuk-liuk…ooh…penisku terasa dibesot-besot dan diremas-remas. Bukan main nikmatnya, membuat nafasku tertahan-tahan sambil mulai meremas-remas payudara montok yang bergelantungan di atas dadaku…dan di bed yang satu lagi, kulihat istriku lebih energik lagi, mengenjot pinggulnya sambil berciuman dengan Benny. Ih…aku cemburu…tapi kecemburuanku ini jstru membangkitkan rangsangan dahsyat di jiwaku.

Sulit menggambarkan keadaan yang sebenarnya saat itu, karena aku juga sudah dipengaruhi alkohol, dari tequila yang kami minum tadi. Yang jelas, sepulangnya dari villa itu, Lina terus-terusan menyandarkan kepalanya di bahuku. Kujalankan mobilku dengan kecepatan sedang-sedang saja, karena ingin sambil berbincang dengan istriku.

“Bagaimana kesanmu, Lin?” tanyaku di satu saat.

“Gak tau ah…” Lina menggeleng, tapi kulihat ada senyum di bibirnya.

“Suka kan? Bilang aja terus terang. Semuanya ini kan demi kenikmatan kita bersama.”

“Mas sendiri, suka kan bisa menggauli Yayuk?”

“Hmm…terus terang, aku lebih suka melihatmu sedang digauli oleh Benny. Ada perasaan cemburu, tapi cemburu itulah yang membuatku jadi sangat terangsang.”

Lina terdiam. Lalu kataku, “Makanya satu saat nanti bisa aja kita undang Benny tanpa istrinya.Atau bisa juga orang lain…biar aku bisa melihatmu digauli lelaki lain yang akan menimbulkan rangsangan hebat bagiku.”

Lina menatapku dengan ekspresi aneh. Lalu tanyanya, “Emang Mas gak tersiksa kalau aku digauli orang? Buatku, semuanya ini aneh…”

“Memang aneh,” sahutku sambil tersenyum, “tapi kamu suka kan?”

Dia tak menjawab. Matanya lurus memandang ke depan.

“Bilang aja terus terang, kamu suka kan? Seharusnya semua itu jadi pengalaman fantastis buat kita. Bener kan?”

“Iya sih…tapi aku takut akibatnya di kemudian hari…”

“Misalnya?”

“Ya…misalnya Benny…sudah telanjur merasakan tubuhku. Bagaimana kalau nanti ketagihan?”

“Kasih aja. Asal di depan mataku, jangan sembunyi-sembunyi.”

Lina menatapku dengan sorot aneh, “Mas gak sakit hati melihatku digauli sama Benny?”

“Gak,” aku menggeleng, “kan semuanya yang sudah terjadi tadi sudah kurundingkan dengan Benny beberapa hari yang lalu.”

“Jadi semuanya itu benar-benar sudah direncanakan sama Bang Benny?”

“Ya. Memang tadinya usul itu datang dari dia. Dan aku sangat tertarik pada usulnya itu. Bukan karena tertarik pada Yayuk, tapi justru ingin menyaksikan kamu di gauli orang lain. Kebetulan aku tahu persis siapa Benny. Dia bersih, tak pernah jajan dan sebagainya.”

“Terus…nantinya kita akan begitu lagi, maksudku…ngajak Benny dan Yayuk lagi?”

“Semuanya kuserahkan padamu. Karena dalam hal ini kamulah yang harus memutuskan. Dan gak usah di villa itu saja. Bisa juga kita pilih hotel di dalam kota. Dan gak usah di hari libur saja. Kapan saja kita mau, ya kita lakukan.”

“Ntar kalau aku ketagihan gimana?” tanya Lina malu-malu.

Rupanya kejadian di villa itu membuatnya terkesan dan ada kemungkinan ketagihan. Ini mendebarkan. Seandainya dia benar-benar ketagihan, apakah mentalku sudah siap? Ah, sudah kepalangan basah, aku mau jalan terus…karena aku merasakan beberapa hal positif di balik langkah “baru” ini!

Di hari-hari berikutnya, aneh…tiap kali aku membayangkan kejadian di villa itu, membayangkan istriku sedang disetubuhi oleh Benny, nafsuku mendadak bangkit. Lalu kuajak istriku bersetubuh. Anehnya lagi, tiap kali aku bersetubuh dengan istriku, aku jadi powerfull dan energik sekali.

Pernah istriku berkata seusai bersetubuh denganku, “Sekarang Mas jadi garang banget…kenapa Mas? Pake obat ya?”

“Obatku datang dari jiwaku sendiri. Tiap kali membayangkan kamu lagi disetubuhi oleh Benny, hasratku bangkit dengan hebatnya.”

“Masa sih? Apa bukan karena terbayang sintal dan seksinya tubuh Yayuk?”

“Nggak,” aku menggeleng, “sungguh. Untuk membuktikannya, nanti kita ajak Benny saja, tanpa kehadiran Yayuk. Biar kamu percaya, titik syurnya justru waktu menyaksikan kamu digauli Benny.”

“Nggak ah. Nggak enak sama Yayuk dong. Rasanya kita seperti menghianati dia. Kan kita sudah sepakat untuk jalan berempat terus.”

“Aku gak butuh Yayuk, aku butuh Benny.”

Bersambung . . . .




Tidak ada komentar:

Posting Komentar